Aku tahu rasanya. Aku tahu bagaimana sakit yang bersarang dirongga
dada. Jelas pedih dan menyedihkan. Tapi seakan menjadi candu, aku tak pernah
benar-benar dapat terlepas dari cengkramannya. Entah karena mungkin aku tak
punya langkah lain. Maka ini seakan dengan ikhlas aku jalani. Meski pahit. Dan
sesak dirasa begitu menyiksa. Ketika aku seakan menjadi menyesali – cara ini.
Sesaat air mata jatuh membasahi. Tapi seketika pula mereda menerima
diri. Menunggu. Seakan tak ada hentinya aku menggemakan kata ini. Sebagai tema
cintaku yang tak pernah berujung. Hingga tahun demi tahun berlalu begitu saja.
Tanpa harapan pasti. Meski gadis yang ku cinta telah dengan halus berkata.
Tidak.
Tapi dengan “tidak” pula aku enggan melepas aktifitas ini. Kini
seakan telah mendarah daging. Bersenandung dengan bahagia walau hati tak pernah
berhenti bernanah. Menipu diri dengan mengata kuat. Aku hanya menjajakan kaki
dibumi menanti ia merubah haluan mencintai. Diri yang telah usang meratapi
sekian lama. Meski tetap entah kapan?
Konyol. Tindakan tak bertuan yang dengan sederhana pandang aku
lakukan. Hendak mencintai yang lain? Aku tak pernah dapat temukan caranya.
Kalaupun ada, aku tak akan terima. Karena sedari awal mataku telah buta.
Dibutakan oleh cinta. Yang dengan mulus berhasil merasuki diri.
kata hati ga selalu benar,,,
ReplyDeletetapi selalu bikin terasa benar
DeleteBiarkan waktu yang akan membuat kata hati berfikir yang terbaik, tetap semangat teman, kalau ada waktu kunjung ke sini ya http://ceritawarungkupi.blogspot.com
ReplyDeletesiap berkunjung makasih kunjungannya
Delete