Benar
semua punya mimpi dan harapan yang tersimpan menjadi ambisi yang menunggu kita
mewujudkannya. Hari ini aku menonton film dengan tema yang sangat sederhana
sesuatu yang sebenarnya terjadi disekitar kita atau bahkan kita adalah pemeran
didalamnya. Namun kadang kita tidak pernah menyadarinya dan seolah menutup
mata, sampai sesuatu itu dihadapkan kepada kita bagai sebuah pantulan cermin
yang begitu serupa. Film ini merefleksikan kembali aku kepada ambisiku, aku
adalah tokoh didalamnya. Film yang bercerita tentang sebuah keluarga dan
keadaan sekitarnya, bagaimana setiap individu belajar untuk mendengarkan orang
lain dan menghargainya.
Bagaimana telinga dan mulut dapat saling bekerja sama, bagaimana kita belajar menemukan kunci yang ada didalam diri kita. Berkonsentrasi pada kelebihan bukan pada kekurangan, maka kekurangan akan terlihat sebagai kekuatan. Aku sudah menulis sejak aku bisa menulis namun hampir semuanya berakhir di tong sampah bukan karena jelek, bagiku setiap tulisan memiliki nyawanya sendiri, karena aku tahu itu bukanlah hal yang akan dianggap penting oleh orang tuaku. Tapi sesuatu menerjang aku, menampar diri dan membuat jantung memompa darah lebih cepat.
Aku
memang cuma bocah 19 tahun tapi aku terlahir dengan sesuatu, yang tidak pernah
disadari kedua orang tuaku, sesuatu yang menjadikan aku 10 tahun lebih dewasa
dari umurku. Aku belajar menganalisa dari sejak aku duduk di kelas 3 sekolah
dasar. Aku mempertimbangkan, merencanakan, memperhitungakan segala sesuatu
dengan detail, dan membuat keputusan. Itulah yang membuat aku terlihat berbeda
dari kebanyakan teman seumuranku.
Namun
lagi-lagi orangtua terkadang tidak dapat secara baik melihat betapa indahnya
mutiara didalam tiram, yang mereka mau adalah hanya terlihat normal, tapi
sesungguhnya ini normal untukku. Aku akan membuka kembali tulisanku yang selama
ini aku abaikan keberadaannya, bagaikan menemukan kembali kilaunya aku akan
mengubah hampir seluruh isi didalamnya menjadi sesuatu yang lebih mencerminkan
aku . Kali ini aku akan mencoba merajut kata demi kata menjadi bait-bait
tulisan yang dirangkai oleh seorang pengidap dyslexia yang memperjuangkan kata
hatinya ....
Devdan Dewa Risky.
0 comments:
Post a Comment