Aku bisa saja berbelok menyilang arah. Aku bisa entah kapan berlari
dan tersesat. Dan aku dengan mudah dapat merangkul yang salah. Tapi tak kau
lihatkah dimana aku berada? Dengan siapa aku tertawa bersama. Saling
menggenggam erat bersahabat. Mengembangkan keceriaan yang tersirat. Merasa
bebas. Tapi bukan tak terkendali.
Namun tak juga hanya membuang masa. Menyisakan penyesalan dimasa
tua - itu bukan gayaku. Dan kau tahu itu. Melihat cahaya harapan didalam kedua
bola yang redup. Lalu mengisinya dengan seberkas impian. Impian yang mungkin
hanya sekedar angan. Tapi tak mengapa karena dari satu mimpi kami bermula.
Membuat harapan terakhir itu menjadi nyata. Meski terkadang harapan itu harus
kandas. Terkubur bersama air mata kesedihan dan kenangan yang tak dapat
dilupakan.
Tapi kami hanya manusia. Yang selayaknya berencana. Lalu biarkan
lah kami menyeka tagis yang mengema cukup lama. Dan mulai mengembara diantara
mereka yang juga bernasib sama. Masih kaburkah pandangan mu? Masih tak
terlihatkah karena matamu terselimut kabut kelabu? Maka raih tanganku. Rasakan
apa yang tak dapat kau lihat dengan kedua matamu. Rasakan kataku.
Maka kau akan tahu dimana tanah yang ku pijak kini. Dataran yang
tak rata dari bumi yang menenggelamkanmu dengan harta. Dunia yang hanya berisi
keambisian yang hampa. Cara yang sebenarnya berbeda dari kebanyakan orang kini
ku lakukan. Saat ini ku belajar. Bahwa dunia bukan tentang harta. Dunia bukan
bagaimana kita tersenyum bersama kesombongan dengan apa yang kita punya. Dan
juga bukan tentang kebohongan yang menjelma.
Ini adalah dunia milik kita termasuk kau dan aku. Yang layak untuk
diperjuangkan. Yang layak bertindak dengan hati. Kecintaan. Meski terkadang
logika mengambil alih. Dan ini juga dunia yang tak hanya berisi sejumput
manusia. Ini dunia yang ramai dengan sesama. Sesama yang juga tak semua
bernasib sama. Lalu tak ingin kah engkau merangkul mereka dalam satu jalinan
yang ada. Karena kau pun mengerti bagaimana kita tak akan pernah dapat hidup
tanpa mereka. Jika kau kata ya. Hidupmu hampa penuh kesendirian yang
menyudutkan.
Karenanya meski berulang kali kau cegah. Meski berulang kau berkata
tidak. Aku jadi semakin ingin. Aku jadi semakin jauh lebih ingin bersama
mereka. Mereka yang meletakkan kecintaan mereka pada sesama. Meski terkadang
aku harus bergulat dengan waktu atau sesekali beradu mulut dengan mu. Aku tetap
berada di sisi mereka. Karena disini aku temukan duniaku. Dunia yang penuh
kehangatan. Kehangatan yang ku sebut rumah.
0 comments:
Post a Comment