“Namaku Octa”
Singkat,kamu memperkenalkan diri di depanku, dengan senyum sederhanamu
Dingin, itu sikapmu dan aku tahu itu
Kamu tak kaya akan kata-kata. Dan aku tak pernah mau mengusik sifatmu yang
seperti musim salju. Karena misteri adalah pesonamu, dan senyum langkamu itu
yang buatku bertekuk lutut
Dan waktulah yang membuatku putuskan untuk membuat momentum, denganmu
Dulu aku sempat merobek dadaku dengan sebilah belati.
Kukeluarkan jantungku yang bersarang disana
Lantas kuserahkan padamu
Kubilang, “Aku hanya punya satu. Kupasrahkan padamu, dan.. terserah kamu
apakan apa yang kutitipkan itu”
Kamu hanya tersenyum, tak mengatakan iya atau tidak. Tapi kamu mengambil
toples kaca, dan kamu memasukkan apa yang kutitipkan itu ke dalam toples itu.
Dan kamu membawanya serta kemanapun kamu pergi.
****
Dingin sikapmu sedikit mencair
Tapi kamu masih kukuh seperti gunung es
Apakah puncak itu pula yang kamu rasakan? Kamu hanya tampakkan puncaknya
saja, tanpa mau menyingkap semua? Entahlah, hanya kamu yang tahu
Dan aku masih menanti dalam diam. Tak berani katakan bahwa jantungku
mungkin merasa pengap
Ah, jantungku pasti bisa bertahan disana.
Dan ketir itu kurekat erat dalam peluk asaku.
Tapi mendung lingkupi bumi, dan langit pun mencurahkan hujannya.
Kamu berlari, melemparkan toples itu.
“PRAAKK!!!”
Jatuh.
Berdenting sebentar lantas pecah
Berserakan belingnya
Menusuki dan jantung itu berdarah
Beberapa detik aku hanya diam
Dan aku hanya menatapnya dalam diam
Aku berjalan dalam deras hujan
Kupungut jantungku yang terkapar
Kucerabuti pecahan beling itu, dia meringis pelan
Ku usaplembut darah yang terus mengalir
Lemah detaknya, mulai menghitam warnanya
Dan saat kutekan, tak ada reaksi
Jantungkumati rasa
Kupandangi lagi kamu yang masih berteduh dari hujan
Hanya menatap iba tanpa mengucap maaf
Sudahlah,aku harus pulang. Harus kujahit gores itu agar tak menganga.
Pasti perih, tapi setidaknya luka itu takkan terlihat olehmu nanti, yang
mungkin akanmembuatnya merasa bersalah.
Ah,kamu tak boleh merasa bersalah, karena kamu memang tak salah.
Apa aku yang salah?
Entahlah. Yang kutahu, tak ada yang salah ketika seseorang mencari bahagia
dalam cinta
****
Rivanol tak terasa. Betadine tak membuatnya perih
Kuselimuti jantungku yang masih enggan bicara padaku.
Sepertinya dia masih marah sekarang
Dia bahkan tak menangis saat jarum itu menjahit lukanya.
Dan serat luka itu kini tertutup plester.
“Maaf membuat kamu seperti ini. Nanti aku tak akan menitipkan kamu pada
siapapunlagi.
Aku janji.
Aku akan biarkan kamu memilih sendiri, pada siapa kamu ingin kutitipkan.
Tapi untuk saat ini, bolehkah kumasukkan lagi kamu kedalam dadaku?
Tinggallah dengan nyaman disana, sampai saat kamu berdetak dengan kencang,
dan kamu sepakat dengan otak untuk berpindah rumah
Tapi takkan kubiarkan lagi siapapun menyimpanmu dalam toples
Biarkan dia merobek dadanya, dan menukarnya dengan jantungnya untuk kujaga”
Dan dia hanya mengangguk lemah
Hujan kini berhenti
Berganti halimun yang mengawang, berpadu dengan busuk cinta
Senja ini, kubalurkan doa pada semua angin yang lewat
Kuminta mereka agar tak pernah menyiakan sesuatu yang tulus
****
Aku tak lagi menghitung purnama, karena rembulan tak lagi jadi pesona
bagiku
Tapi satu malam, kuhabiskan dengan secangkir kopi dan sebatang rokok di
tangan
Menikmati momen bulan tersenyum
Lantas tiba-tiba hidungku seperti srigala, mencium angin yang berbaur
dengan wangi kesturi
Aku menoleh dan…
Tiba-tiba jantungku berdetak kembali, bergemuruh dan membuat rusuh
Nampak di bawah pendar bulan, seseorang sedang berjongkok
Kakiku bersekongkol dengan otakku
Berjalan mendekati sosok itu
Aku mendekat
Entah demi wangi kesturi itu, atau memastikan apa yang menyita perhatiannya
Ah, seekor anak anjing berselimut, tampak mengeong seperti kucing
Dan entah darimana kudapat keberanian, kulontarkan satu pertanyaan
“Bukankah anjing itu najis?”
Diamenoleh. Tersenyum manis seperti rembulan malam ini
“Anak anjing juga mahluk tuhan. Dan menolong mahluk tuhan itu gak dosa
kan??”
Dia mengimbuhinya dengan binar mata yang serasa menghentikan kuasa waktu
“Kenalkan,aku Avril”
Mahluk manis itu mengulurkan tangannya padaku
Aku tercekat dan…Aku larut dalam pesona
Ah,apa mungkin aku menyukainya karena rupa?
Tidak!! Sekali-kali tidak!!
Dia tak memiliki senyum misterius seperti Octa
Diatak punya tatapan teduh itu
Tapi..
Binar mata itu..
Senyum riang itu..
Membuatku ikut duduk dan bermain dengan anjing itu
Dalam pada masa itu, aku lupa padamu, Octa
***
Ma and Da bilang, bumi itu seperti roda
Berlarian mengitari matahari, tapi tak terasa. Memusing seperti gasing,
tapi tak membuat mual
Yang muncul adalah riak perubahan
Musim dingin yang beku akan berganti semi yang penuh warna. Semi berlanjut
menjadi musim panas yang ceria
Ya,aku tahu
October yang dingin, akan berganti dengan April yang hangat
Ah,benar
Sudah waktunya aku peduli pada diriku
Aku harus kejar bahagia
Dimusim panas ini
****
April mangajakku bermain dengan jerejak, mengajariku bercanda dengan
ilalang
Bercengkrama dengan bulan, berlarian mengejar matahari
Ah,bulan ini perdu apit mengalahkan pesona sakura
Dan aku suka musim panas, sama seperti aku menyukai April
Bulan berganti, meski aku masih enggan beranjak
Musim salju itu kembali datang, menggantikan gugur yang berserakan
Dan April, sosok musim panas itupun pamit, mengejar anak-anak bumi, ucapnya
Satu malam yang penuh dengan angin beku. Dan saat butiran beku itu
menghujaniku
Kamu datang, berdiri di depan halaman rumahku, dengan sebongkah boneka
salju bersyal merah, juga hidung wortel orange yang lucu
Tambun,menggemaskan
Dan kamu menatapku penuh harap
Membuatku terdiam
“Hal paling bodoh adalah membohongi diri, memunggungi hati
Munafik pada diri sendiri. Membiarkan ucapan tak sejalan dengan pikiran
Lantas sampai kapan aku bohongi diriku?
Aku memujamu seperti musim dingin pada musim semi
Kembalilah kesisiku, warnai hariku lagi
Harumkan rumahku lagi”
Kamu mengakhiri dengan uluran tanganmu
****
Hari ini, gemawan bergumul di puncak gunung
Bertengger seperti nuri di pucuk ilalang
Lantip,mengendap perlahan tertiup sepoi angin
Hingar-bingar, mencuri perhatianku
Ku pegang dadaku, jantungku berdetak lembut, dan dia kembali terasa hangat.
Tak perlu lagi kurobek dadaku, tapi jantungku yang memilih berpindah rumah
Ya, aku memilihnya
Memilih mencari bahagia dalam kesederhanaannya.
Dan saat semua tawaran bahagia itu datang,
Aku akan tetap disini, menggenggam tangannya
Dan kubisikan pada setiap awan yang lewat,
“Aku memilih disisimu, April”
END
cerita ini w bikin
sepesial buat si om w. inget, lo milik w. haha
juga buat yang ngerasa galau gegara
seseorang yang dulu pernah jadi bagian dari hidup kita, terus hadir kembali dan
menggoyahkan apa yang sudah kita pilih.
inget sob, masa lalu itu ibarat sepion.
boleh lah sekali-kali kita tengok. tapi kalo keseringan, ingat, kita itu
berjalan maju, bukan mundur.
By. Abi Zaenal
0 comments:
Post a Comment