Salam dari pemilik malam, ia yang memeluk
rembulan. Jemari yang penat menuliskan kalimat fatamorgana, tubuh yang lemas
karena rutinitas mahasiswa. Aku tak akan berjaya menghadapi mu. Aku tak akan
sanggup menyuguhimu, karena hingga kini aku masih tersauk-sauk mengimbangi.
Dari angin yang membawa udara segar, aku
hadirkan dengan bahasa sederhanya hanya agar kamu mengerti. Tapi kamu langsung
menyudahi, tak lagi berarti. Bagai rintik yang menjadi badai, lalu beliung
meluluh lantakkannya, hati itu hancur tanpa sisa karena porah-poranda.
Demi cinta yang tercipta dari ingatan. Aku
sesajikan persembahan terakhir lari cambuk waktu yang kian sulit berkecamuk. Mengharap
bagai peminta-minta, mengemis karena tak punya. Namun apa daya simpati pun tak
dapat, hanya menatap dengan harap.
0 comments:
Post a Comment