Akan ada nadi yang tersayat esok dini
hari, akan ada tetes darah mengalir bersama luka seiring tubuh yang lelah,
menjadi tumbal akan kebodohan yang tidak aku lakukan. Esok tiada kata yang
terangkai lewat bait-bait puisi, hanya kata bernada sumbang penuh amarah coba
wakili diri. Namun, jika jiwa benar akan berpulang maka tak akan ada
sepatah kata. Hanya duka tetes lewat air mata, atau mungkin bahagia yang
menyaru.
Aku hanya bagaikan pantulan cermin yang
ingin Tuhan bagi, atas bayang gelap tentang dirimu yang terpapar agar kau
menyadari. Namun ego mengalahkan nurani, kau anggap aku aib yang tak ingin di
ketahui. Kau jadikan aku pelampiasan akan diri yang tak menemukan pembenaran.
Inilah bukti dimana aku tak memiliki
pilihan, namun jika ada aku tidak akan meminta. Biar aku jadi ruh yang membusuk
yang tak pernah berada pada raga yang terlahir. Biar saja aku merasa iri dengan
mereka yang terlahir. Daripada hidup bagai boneka. Andai ia merasa, dikala
setiap nafas adalah penderitaan, disetiap detik adalah keputusasaan. Maka ia
akan tahu bagaimana hidup dengan jaminan masa depannya dihancurkan, bahkan
membuat bulir air mata pun tak mampu menetes.
Keras terngiang diotakku bahwa aku tak
pernah mengerti ia. Aku hanya bagaikan berlian yang jauh terkubur, angkuh dan
penyendiri dimatanya. Namun sayang ia tak mampu melihat kilaunya. Kini disaat
semua tak lagi dapat ku simpan, aku ingin pergi membawa jauh ambisi akan mimpi
yang tak mungkin terjadi. Dan atas kebencian yang sukses ia tanamkan kepadaku,
aku hanya ingin sedikit merasa damai tanpa dendam atau penderitaan abadi.
Maaf jika aku tak bisa jadi pelangi
setelah hujan, maaf jika aku tak bisa jadi bintang ditengah malam, atau sekedar
menjadi penghangat keluarga kecil kalian. Tapi ada satu hal yang ingin aku bagi
untuk kalian simpan. Sebuah doa yang coba aku panjatkan dibalik sekaan air
mata, harapan yang selalu terselip diantara nafas yang tersengal. Hanya sebait
kecil doa yang mungkin dapat menyelamatkan kalian diakhir kehidupan.
Devdan Dewa Risky.
0 comments:
Post a Comment