Lagi kelabu
menghiasi kalbu, lagi kata hanya bagai deret huruf tak berarti, dan lagi
telinga tak mampu mendengar bisik hati. Terpenjara oleh garis keturunan,
terpasung oleh ketidak berdayaan diri untuk berkata bahwa aku juga ingin
didengar. Bahwa diam adalah cara untuk bersuara, bahwa anggukan adalah bukti
aku tak punya pilihan.
Apakah
sebenarnya aku ini ? aku dapat merasakan degup jantungku berdetak, aku dapat
merasakan darah yang mengalir disela luka. Namun aku tak lebih dari sekedar
anjing peliharaan yang patuh pada majikannya, yang memelas untuk dapat sepotong
daging, dan yang akan dibuang begitu saja ketika ia bosan.
Aku hanya
bagaikan mayat hidup, bergerak tanpa ambisi, bertindak tanpa naluri. Andai saja
ego tak ambil alih kendali diri agar hati dapat saling berkomunikasi, maka tak
akan ada ku merunduk dipojok lorong gelap yang sunyi. Andai aku bisa memilih
untuk terlahir kembali, maka aku ingin terlahir sebagai kunang-kunang-si kecil
yang mampu menjadi setitik cahaya dalam gelap. Menemani mereka yang bersandar
pada keputusasaan, memberi sedikit harapan kepada jiwa-jiwa yang haus. Agar
luka dihati dapat sedikit terobati. Dan pada akhirnya aku dapat berdiri dari
ketidak berdayaan yang pasti, memilih untuk mereguk manisnya kebebasan.
Devdan Dewa Risky.
0 comments:
Post a Comment