Aku tahu aku bukan apa-apa, aku juga bukan
siapa-siapa. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam fikiranku untuk menjadi
angkuh dengan tulisan, karena aku sadar aku bukanlah seorang ahli sasra atau
cediawan dalam hal tulis menulis. Aku hanya asal saja menggores tinta pada
secarik kertas, berharap hati terpuaskan. Kadang aku tidak tahu sebenarnya apa
yang sedang aku tulis, hanya naluri yang mengantarkanku untuk menyusun setiap
kata demi kata diotakku menjadi deret kalimat untuk dibaca. Tak pernah
sedikitpun aku biarkan tulisanku mengambil alih diri, ketika aku menulis maka
akan aku biarkan sisi gelapku berbicara.
Mengungkap perasaan yang tersimpan yang
sebelumnya aku anggap sebagai hal yang memalukan, tapi hanya degan bertukar
jiwalah aku bisa bebas mengekspresikan diri, walau terkadang aku harus
bertarung melawan diri tentang siapa yang memegang kendali, walau dunia tak
dapat pahami dualisme didalam diri dan melabeliku aneh.
Biarlah aku dan duniaku menyatu terkurung tanpa cahaya, biarlah mereka yang tak mampu memahami sebuah perbedaan. Tapi aku disini berdiri diantara mereka, aku hanya ingin menjadi diriku dengan caraku dan ini adalah caraku. Ribuan kali bisik sumbang mengganggu telingaku untuk berubah, namun inilah aku hidup dengan dualisme adalah aku. Perubahan adalah hal yang paling menyakitkan untukku karena aku harus merasa nyaman dengan ketidak nyamanan dan tanpa aku harus berdusta kata aku mengakui bahwa aku sedang menjalaninya. Hanya saja dengan indikator yang berbeda dengan apa yang diharapkan oleh mereka.
Sebanarnya aku tidak sendiri menjalani kehidupan, tapi aku selalu merasa sendiri atau mungkin menyendiri. Aku sangat membenci keramaian, karena aku selalu saja berhalusinasi terbalik tentang mereka. Biarlah aku tidak seperti yang mereka lihat, menyembunyikan kilau hingga waktu yang tepat.
Devdan Dewa Risky.
0 comments:
Post a Comment