Seberkas Devdan

by 08:43 0 comments
Devdan memang punya gaya yang aneh dalam menulis, dengan seenaknya melanggar tata aturan hanya untuk kepuasan pribadi. Devdan bisa saja bermasalah dengan ini, tapi sepertinya dia tidak begitu perduli. Yang penting baginya hanya bagaimana menunjukkan luka yang sebagian besar dari kita coba untuk tutupi. Devdan seakan memaksa setiap individu untuk keluar dari hal bodoh yang monoton namun tetap saja kita lakoni, demi sesuap nasi.

Devdan bagai anak umur 8 tahun yang memandang hidup ini harus selalu sama seperti bermain ditaman. Namun rumah adalah tempat yang paling dia benci dan Ibu adalah mahluk yang ia takuti. Sama seperti bos dikantor yang bisanya hanya memarahi bukannya menghargai apapun yang coba kita lakukan. Devdan selalu benci tanggal 14 November karena ia tidak suka bertambah tua. Walau setiap anak selalu berusaha untuk cepat dewasa tapi Devdan tidak.

Devdan selalu saja dimarahi oleh Ibunya, yang terkadang tidak pernah mau tahu alasan mengapa Devdan melakukan kesalahan. Devdan suka pertanyaan, Devdan suka bertanya. Devdan suka jawaban, Devdan suka mencari jawaban. Tapi Devdan selalu bingung  untuk memulai.

Devdan sebenarnya tidak suka membaca, karena setiap kalimat terlihat buram dimatanya. Tapi Devdan tetap saja membaca walau dia kesulitan membaca, hingga kini akhirnya Devdan tau jawabannya. Devdan ternyata mengidap dyslexia. Yang membuatnya kesulitan membaca, merangkai kata, menerima lebih dari satu perintah bahkan Devdan lemah dengan angka. Hal yang harus terlihat sempurna dimana Ibunya.

Cita-cita? Devdan juga punya, dia ingin menjadi psikolog sedari kecil walau dia tidak tahu alasannya. Hanya terlintas saja diotakknya dan menjadi tujuan hidupnya. Tapi kini dia tahu. Dia ingin menterapi dirinya, dia ingin menyusun kembali susunan yang rusak dalam dirinya. Yang bahkan orang tuanya buta akan itu semua. Yang hanya bisa membandingkan Devdan dengan anak lain yang lebih baik, yang cepat memuji seakan menghargai namun seketika itu pula menghancurkannya.

Namun perjuangan Devdan menuju tujuan hidupnya, tidak semudah sama seperti membuka mata dipagi hari. Orang tua selalu saja menjadi momok yang menakutkan bagi Devdan membuatnya takut kepada siapapun. Dia dipaksa berdiri dengan kedua kakinya. Tanpa pernah diberi tahu bagaimana caranya berjalan. Devdan dipaksa mengakui bahwa uang adalah segalanya, dan segalanya adalah tentang uang.

Secara tidak langsung Ibunya meminta Devdan untuk menjadi budak dari uang. Sama seperti ia yang telah diperbudak oleh uang itu sendiri. Sesungguhnya Devdan berusaha lari, karena Devdan selalu menganggap kebahagiaan dan kebebasan bukan tentang uang. Tapi tentang kita yang menghargai kehidupan itu. Devdan tidak ingin menjadi dari mereka yang memakai topeng kehidupan, berusaha jujur tentang diri mereka. Namun satu-satunya kejujuran itu adalah kebohongan itu sendiri.

Bagi Devdan bekerja adalah wujud nyata dari cinta, jika kita tidak bisa bekerja dengan kecintaan. Namun hanya bekerja dengan kebencian, lebih baik tinggalkan pekerjaan itu. Lalu duduklah digerbang rumah ibadah untuk menerima derma dari mereka yang bekerja dengan suka cita.

Devdan selalu saja bingung mengapa Ibunya hanya dapat melihat kekurangannya dan mencoba memperbaikinya, bukan sebaliknya. Devdan juga sudah berulang kali memikirkan cara untuk mati. Berusaha mencari jalan pintas dari penyiksaan yang membunuh jiwanya sejak bertahun lalu. Namun bisik tentang dosa selalu saja menggema ditelinganya, membuat Devdan mengurungkan niatnya berkali-kali.


Devdan terus saja mencari jalan terbaik untuk dia meraih cintanya, kecintaannya kepada ilmu. Devdan selalu merasa iri kepada sosok yang berani menerobos batas. Kepada mereka yang mencapai kebahagiaan dengan dasar ilmu yang ia cintai. Devdan juga ingin merasa seperti itu, mencintai apa yang seharusnya Devdan cintai.


Devdan Dewa Risky.


Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments:

Post a Comment