Pagi
ini, kulihat tubuh terbujur kaku diatas dinginnya papan. Cukup berselimut lelah
dan penat menjadi alas kepalanya. Kutatap dalam raut wajah yang penuh letih
itu. Kudekati sebisa ku, kuraba tubuhnya dengan jariku. Tak sadar tangis jatuh
dari sudut dalam mataku menumpahkan setuja haru.
Entah
hingga kapan beban itu akan ia pikul demi aku. Entah seberapa lama lagi senyum
itu berusaha menipu aku. Aku tahu betapa besar tanggung jawabmu. Aku tahu meski
tawa berusaha kau lengkungkan dari
bibirmu. Tapi wajahmu tak akan sanggup singkirkan kegundahan dihatimu. Tentang
aku yang tak juga membuatmu bangga. Atau aku yang belum bisa sekedar menjadikanmu
bahagia.
Maafkan
aku yang kerap saja menghembuskan kepedihan dihatimu. Maafkan aku yang hanya
bisa membuatmu memalsukan impian. Menghelus dada dihelaan nafas yang tersendat.
Andai aku bisa! Andai kutahu caranya? Aku ingin memperbaiki gemerak yang kau
tahan. Tentang amarah meradang dijantungmu yang sengaja kau redam.
Ku
gerakan tubuh berbau keringat itu. Tak seberapa lama, kulihat tatapan sayu
terpancar dimatanya yang berbalut tanya. Tubuh hangatnya seketika memeluku
dengan diam. Dalam hati ku berkata, kali ini aku masih bisa memintamu untuk
bangun. Memintamu untuk berbagi keceriaan bersamaku. Namun entah kapan tubuh itu
akan benar-benar dingin terbujur kaku. Meski tangis jatuh dimukamu, meski aku memohon
memintamu untuk bangun. Jangan pergi, Ayah.
mantap, menyentuh banget
ReplyDeleteMakasih ya
Deletemas rangga