Ia
memang tak izinkan ku mati saat ini, tapi ia biarkan bekas luka terpampang
jelas. Agar aku dapat mengingat, disetiap goresannya dan disetiap sayatan.
Terlihat aku yang berusaha mempermainkan kematian. Melecahkan Tuhan, jawabku.
Mungkin hasrat ini mereda sejenak, dan perih ini sedikit memudar.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7nP931_FaRaBxFuQfhGi4pL_kdQbAP6_qFIfMNVZrSKw0StijiepbcwbRtI565Ljm75SLM8KQl2db62pKppxWas6JiIOjgrKwKfVVhRA4L8tlB_DCxJqS3e4UBuphHqDSMbi_cCK5F8w/s1600/28.jpg)
Aku bagai
berjalan mundur tanpa melihat kebelakang.
Hanya sanggup meraba apa yang ada didepan. Dan menerka, akan sesuatu
yang tidak aku ketahui. Yang terus saja terbelenggu, dengan dengan deret kelabu
masa lalu.
Aku
takut berjalan lurus! Takut mentari menyilaukan mataku dan angin menggoyahkan
langkahku. Aku takut berjalan tegak! Takut deret bibir itu menghujaatku, takut
aku jadi lekas angkuh.
Devdan
Dewa Risky.
0 comments:
Post a Comment