Aku tak bisa menyusun deret kata sehingga terlihat bernyawa. Aku
tak sanggup membuat setiap kalimat menjadi ironi yang nyata. Bahkan aku tak
mampu, mengeja setiap huruf demi huruf untuk membungkam kata lewat suara. Aku
hanya menekakkan pena, agar dapat menari-nari diatas tabula. Entah akan seperti
apa jadinya, tapi aku berusaha. Menyelipkan secuil keberanian yang ada.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheUvPD9kCJTMM5PGF6PNEVU4dkqk2AunpR5RCsRIzp6lOwil77Cvfx3op4LBVqOaN4VGG0I7qTtbpRqdX0y2pJ2UTzW50lWCZ_yjbCy1JEm8MEIQcDeWiWV-avxLCE6xnXBhEyA0Dod5c/s400/32.jpg)
Mana mungkin aku bisa membawa rona bahagia. Jika raut penuh amarah.
Aku menunggu waktu membawa nada-nada. Agar aku juga dapat bernyanyi lagu rindu.
Membungkus setiap luka dan lara, yang terselubung dibalik ucapan penuh
kebencian.
Aku hanya lelaki, yang juga ingin mengganti duka dengan suka.
Menegadahkan kepala kepada mentari senja. Seraya berkata! Aku sedang belajar,
menulis puisi cinta.
0 comments:
Post a Comment