Aku mendengar samar dari kejauhan. Namun aku hanya diam. Mungkin
hanya telinga yang sedang tidak berfungsi dengan benar. Fikirku. Lalu kembali
asyik dengan sunyi dan memeluk hangat sang sepi. Karena aku memang sedang
sendiri. Menawar hati yang sempat teracuni. Tapi jangan tanya penyebabnya.
Kerena kau tahu jawabnya.
Ku dengar lagi bisik itu. Kini sedikit lebih keras mengganggu
diamku. Tersentak dari segala lamunan. Ku melirik dengan sedikit enggan tapi
seketika ku sambut dengan senyuman. Kalimatmu perlahan meneduhkan mataku. Lalu
terus-menerus merasuk mencuri nyamanku. Karena rupanya kau disitu,
memperhatikanku dari sisi yang tak ku tahu.
Ternyata kau ada disekitarku. Hanya aku saja yang seakan buta
denganmu. Lalu selanjutnya waktu membawa kita bertemu. Karena ku rasa nyamanku
sudah menjadi milikmu. Sadarkah engkau? Bahwa tak sekejap pun mataku terlepas
dari memandangi bola binaran milikmu. Jika ya, aku hanya tidak ingin kau sadari
bahwa aku melakukannya dengan hati. Bahkan suara kita tak pernah berhenti
bersautan. Ini aneh. Karena aku tak pernah selepas ini. Tak pernah senyaman
ini.
Tapi kau melakukannya dengan apik. Aku rasa segala tentangmu
membekas padaku. Lalu membuatku enggan melepasmu. Entah mungkin ini terlalu
cepat terucap. Tapi aku ingin memungut kembali kesucian yang telah kubuang
karena benci. Tapi bukan tentangmu.
Meski mungkin sulit tuk kembali. Tapi aku akan memberikannya padamu
sebagai pembuktian diri. Maka dari apa yang telah tersisa dihati. Maukah kau
menjadi makmum? Menarik aku dari gelap dan kembali menghidupkan raga tanpa jiwa
lewat cinta. Sudikah?
0 comments:
Post a Comment