Hai apa kabar gadis
pembawa harapan?
Sudah lama rasanya aku
tidak menyapamu, tidak lagi merasakan degup jantung yang tersaup-saup saat
namamu tersebut oleh ingatku. Aku ragu kau merasakannya juga. Karena disana
pasti semarang memanjakanmu punuh pesona. Lalu apa aku juga harus selalu
berlagak kuat dengan menanyai kabar lelaki itu? Ya bagaimanapun dia adalah
lelaki yang sudah kau mantapkan menjadi calon imammu.
Meski menyadari
penantian ini berakhir dengan rasa sakit namun aku tidak pernah menyesali.
Hallo gadis masa kecilku. Mengapa kau masih enggan membentuk sudut dibibirmu.
Berikan saja meski itu palsu, tidak masalah jika kamu harus berpura. Bukankah
kita memang tinggal ditempat yang penuh sandiwara?
Nampaknya kamu ragu
akan menyakitiku.
Kenapa harus begitu,
bukankah aku tersenyum padamu mengatakan aku tidak masalah dengan nyeri ini
karena aku yang meminta. Ayolah wanita dewasa yang telah jauh meninggalkan aku
dimasa depan. Bukankah seharusnya kamu itu yang jauh lebih kuat ketimbang aku.
Meski kau wanita bukan
berarti kau lemah. Meski tak dapat dipungkiri aku lelaki yang rapuh karena
cinta. Tapi aku tidak pernah tergoyah. Berlakulah sebagaimana mestinya. Kita
ini sama-sama anak manusia, cepat atau lambat dirimu itu yang dulu tersenyum
manis dengan simpul romantis akan habis. Karena waktu itu lebih arif, memutar
rotasinya tanpa membuatku hendak memuntahkan isinya.
Bagaimana? Apakah kamu
sudah mulai terbiasa? Ini cukup sederhanakan untuk kamu yang tidak begitu
mengerti bahasa yang ditabur dengan gaya bahasa.
0 comments:
Post a Comment