Sedetik aku terdiam, lupa bagaimana
mencinta.
Sekejap aku tersihir oleh waktu,
yang membawa pesona.
Seketika aku tersadar, ini adalah
masa yang sama.
Bumi telah membawaku kemasa untuk
mengulang kembali
Ingatan tentangmu
Aku bingung hendak memulai kalimat
seperti apa. Tak ada hal yang dapat ku torehkan sebaik ketika aku sedang
dimabuk cinta seperti dulu. Hendak membuatnya sebagai bagian yang panjang atau
singkat saja. Jujur pandangan akanmu mulai kabur dalam ingatan. Degup jantung
itu tidak lagi dipaksa memompa diluar kemampuannya, seperti berhibernasi ia memainkan
dengkuran yang lembut ketika bisik menyebut namamu. Aku jarang meminta angin
membawa gumamku keujung ketelingamu. Apa aku telah mati rasa?
Namun kamu merupakan gadis pertama
yang kokoh tegak didalam hatiku, seakan tak mau terganti atau aku yang malas
hendak mencari pengganti. Tak ubahnya barang usang mungkin cintaku juga
diselubungi karat dan debu tebal yang menyelimutinya. Jika aku bertanya hendak ku
tuliskan kamu dalam bentuk apa dengan tekanan seperti apa atau kemiringan yang
bagaimana? Mungkin kamu hanya tertegun diam. Kamu bukan orang yang suka dengan
keabstrakkan seperti ini. Membuatmu merasa nyaman atau menjadi orang yang
nyaman untukmu itu sulit karena berapa kali dicobapun aku ini lelaki yang kaku.
Kini aku sulit menggambarkan kamu
dalam situasi seperti ini. Kamu yang seakan memutus mata rantai yang bermula
dari kebetulan. Kebetulan karena kita sama-sama dimasukkan kesekolah yang sama.
Tapi aku menyebutnya sebagian dari takdir, karena kenagan itu terbawa sebegitu
apik olehku hingga aku mengenal cinta untuk pertama kalinya. Mengusik setiap
rusukku karena jantung ini selalu saja bedetak kencang. Hingga 3 tahun lalu
kamu merubahnya menjadi perpisahan, lari dari kenyataan bahwa aku telah cukup
lama menjajaki cinta dalam bentuk diam. Aku salah memasuki hatimu lewat kata
sahabat. Aku salah karena telah menyudahi pertemuan sebagai bukti keterikatan
kita.
Hari ini sembilan tahun dari masa
pubertas yang penuh keberatan, angkuh dengan rasa kepemilikan dalam hati akan
kamu. Bebal dengan segala jejal teman-temanku untuk segera menyudahi menyakiti
diri. Kini kamu yang melakukannya lewat waktu. Kini aku semakin terbiasa tanpa
patahan kata lewat pesan singkatmu. Meski aku belum sanggup untuk benar-benar
menyudahi ini dengan menautkan hati pada gadis baru. Namun aku tetap bahagia
diatas bahagiamu meski imam-mu bukan seperti imajiku.
Rotasi waktu membuatku menemukan
cinta yang sedikit berbeda. Kini aku memilih menjadi bayang untuk seseorang,
menjadi bagian yang bersamanya aku ingin terus tumbuh menjadi variabel yang
terpisah. Karena takdir hingga zaman berakhir tak akan mengizinkannya. Iya tak
ubahnya sama dengan kamu mendapat perlakuan luarbiasa dari hatiku. Karena aku
tak tahu mengapa aku mencintainya atau mengapa aku memilihnya. Seperti
sekumpulan nama acak yang terpilih begitu saja tanpa alasan yang jelas. Aku
memilih menjadi bayang untuk cahaya yang cukup bersinar. Meski gelap namun
bayang akan semakin pekat bersama cahaya yang benderang.
Sembilan tahun diantara kita.
Kebersamaan yang sepihak seperti ini rasanya memang sunyi. Namun tanpa terasa
waktu tersuguh begitu-begitu setiap kali. Aku menaruh harapan kecil tak mau
lagi sesumbar agar tahun depan dapat menghadiahi kamu dengan secarik kalimat.
Tahun demi tahun hingga aku berhenti ketika ku temukan ia yang sanggup
melengkapiku.
0 comments:
Post a Comment