Hari Ke 5: Gila

by 19:28 0 comments
Dipersimpangan jalan kota ini aku terdiam, memandangi sudut lain manusia yang bahagia dengan dunianya. Tertegun bersama hitung mundur di lampu merah, aku merasa waktuku semakin sesak semakin tak banyak. Tapi melihatnya menari-nari, tertawa, serta sorak-sorai dari bahasa tubuhnya aku jadi iri.
Lelaki setengah waras itu mempermalukanku dalam hitung waktu. Ia jadi begitu rasional dimataku. Bahwa dunianya tak ada satupun mengganggu. Mata-mata yang melihatpun tak perlu meragu, yaa karena ia sedang meluapkan perasaan tanpa identitas semu. Lelaki itu menjadi begitu jujur dihadapku, bahkan mungkin juga lebih mujur.
Meramu hidup tak perlu takut kehilangan hidup, tak perduli menyeka, tak perduli dihina, tak ragu dicerca. Jika hendak marah ya luapkan saja, jika ingin berkata yaa ungkapkan saja. Aku malah reda karena ditolak cintanya, meski bersikukuh memuja tapi tetap saja tak berani meraba siapa yang dicinta.
Ahhh...
Lelaki itu memang setengah waras, tapi lihatlah ada gambaran kedamaian diparasnya. Ketulusan senyum yang memiliki derajat mutu dan keikhlasan yang diatas rata-rata bahkan pejabat saja kalah tak layak jadi pembandingnya. Aku juga ingin seperti itu, bebas tanpa batas. Ikhlas tanpa pernah berharap cinta ini juga akan dia balas. Tapi mana bisa, mencintai tanpa memiliki hanya ada dinegeri dongeng. Sekecil apapun cinta pasti meminta balas, minimal sebuah pengakuan dari yang dicinta.

Lama-lama aku jadi terlewat waras. Ikuti saja alurnya, ikuti saja takdirnya maka dengan sendirinya tanpa sekat antara rasional dan irasional. Biarkan aku tak tahu beda keduanya, jadi sedikit semaunya.

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments:

Post a Comment