Hari Ke 13: Surat Februari

by 20:05 0 comments
Dia pendarkan gerimis menjadi tiga warna dimataku,
Merah untuk menahan kebencianku
Kuning untuk membunuh rinduku
Dan hijau untuk melenyapkan harapanku.

Pontianak, 14 Februari 2016
Menjumpai, Gadis masa kecilku

Assalamuallaikum, Ri
            Panas ...
Seperti biasa, Pontianak memang selalu bisa membuat orang bergidik ngeri karena suhunya. Bahkan untuk sore hari yang basah setelah terguyur hujan layaknya hari ini. Mungkin berbeda dengan Semarang. Tapi dibawah sinar mataharinya yang terik inilah kita pernah tumbuh bersama. Tertawa seperti selayaknya dua orang bocah.
Ri, bagaimana kabarmu? Setelah sekian lama Dev masih membawa romansa kekonyolan kita sewaktu dulu. Ahhh... Tidak, semuanya terbawa bersama rasa yang tak dapat dimengerti. Bersama kesepian. Ketika Ri tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar.
Saat Dev salah langkah, berusaha menyentuh hati Ri lewat kata (sahabat).
Seminggu lalu, sebuah surat undangan mendarat didepan pintu rumah Dev yang diantarkan oleh seorang kurir. Sebuah petir di siang bolong. Undangan itu adalah undangan pernikahan Ri dengan seorang lelaki.
Sakit...
Dev terluka.
Berita itu bagai sebuah ramalan yang menjadi kenyataan. Mengetahui, bahwa hari itu akan tiba memang menyakitkan. Namun. Menghadapi bahwa ini adalah saatnya? Ternyata lebih perih dari apa yang pernah di bayangkan. Dev sadar, bahwa air yang keluar seperti rintik hujan sore ini adalah bukti kekalahanku. Setelah bertarung dengan semua luka yang membuat dunia menjadi gelap.
Ri... pernahakah merasa diburu waktu? Merasa waktu begitu cepat berlalu tanpa pernah bisa diperlambat, apalagi buat dihentikan, semakin menghimpit juga menikam?
Dev pernah.
Sekarang tepatnya. Sembilan tahun kini hanya menyisakan beberapa hari saja. Sembilan tahun begitu cepat berlalu, tanpa sebuah hasil.
Dev sadar betul. Seorang makmun tak akan mungkin memilih imam yang tergopoh dibelakangnya. Tersiuk-siuk mengimbangi. Sudah selaknya Ri akan memilih seorang imam yang berada didepannya. Memberikan petunjuk arah, bimbingan, dan menuntun Ri dalam mengarungi hidup. Bukan?
Lelaki itu diyakini adalah imam terbaik untuk Ri. Meski mata ini mulai mengembun, tapi Dev sematkan doa untuk yang tercinta. Mendapati Ri dalam bahagia, meski bukan bersama Dev.
Ahhh...
Pendar keyakinan itu kini padam, luka itu telah mentahtakan diri. Sekuat Dev bertahan, sekuat itu juga Dev menghantam. Dev kalah, dipaksa kalah tentunya. Tak berarti menguap bagai embun. Bejana itu memantulkan apa yang tertaklukkan, oleh kenangan. Dev kembali kalah, luka itu lebih dahsyat rupanya. Hari-hari yang melelahkan, nafas yang kian tercekat, air mata yang bergulir, semuanya sia-sia. Dev kalah, dipaksa kalah oleh kenangan.
Sudahlah.
Beberapa hari lagi, waktu semakin cepat berlalu. Setelah sebelumnya Dev bergeliat. Dev akan ke Semarang. Dev ingin menemui Ri.
Dev harap tak akan menemukan Ri dalam keadaan merasa bersalah seperti sembilan tahun lalu. Namun jika rasa itu masih ada. Dev harap bisa merebut semua kenangan itu dan Dev simpan dalam saku kemeja....
Ri.... dalam surat ini Dev berikan burung kertas terakhir. Burung kertas ke 1000 untuk melengkapi harapan Dev atas Ri dimasa mendatang.
Sekarang mentari telah tenggelam, dan sebentar lagi adzan magrib akan berkumandang. Dev harus bersiap untuk menyambut malam ini.
Ria.... tunggu Dev di Semarang....!
Wasalamuallaikum, Wr.Wb

 Yang Selalu Menyayangi

Devdan

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments:

Post a Comment