Jika mencintaimu itu punya dua hari libur
sama seperti orang yang bekerja. Maka biarkanlah hati ku ini beristirahat
sekejap dari luka. Dari rasa yang ia tahan setiap hari, melupakan bagaimana
rasanya jatuh cinta setiap saat dan melenyapkan rasa sakit sejenak. Iya juga
mungkin butuh bernafas, jatungku juga hendak berdetak normal dan hatiku ingin
merasa perasaan lain.
Gila....
Mengapa memilih untuk jatuh cinta? Jika kamu
lelah campakkan saja. Benturkan saja dahimu itu pada bantalan yang keras, biar
amnesia. Solusi instan melupakan prahara bagi penggiat yang tak setia.
Jika demikan untuk apa aku jatuh cinta,
meminta libur untuk merasakan bahwa hari-hariku memang tak berjalan bahagia. Apa
aku hendak juga meratapi, mengapa cinta ditakdirkan Tuhan seperti ini? Maka aku
akan berada didestinasi yang membuat iri, memeluk angin menggenggam sepi. Membelalak
mata bahwa disetiap sudut kota banyak pemuda-pemudi melancarkan aksi yang bikin
iri.
Lalu ketika senin mulai tiba?
Ketika senin merotasi dirinya setiap saat,
apakah aku juga akan membenci senin? Jika kamu merasa demikian, maka setiap
saat kamu hanya meratapi. Membenci ketetapan Allah karena sejatinya kisah
cintaku ini lebih indah dari setiap kata yang telah kurangkai mungkin lebih
haru dari dilema yang telah kamu bagi untuk diceritakan. Karena bagaimanapun
cintamu adalah ketetapan Tuhan telah tersirat dalam Lauhul Mahfudz bahkan jauh
sebelum kamu dilahirkan.
Maka berhentilah...
Kamu tak perlu hari sabtu, karena sedari
awal aku telah berikrar bahwa rasa sakit ini adalah cara terbaik untuk
mencintai. Adalah bagian yang sengaja kupilih untuk memiliki, meski pada
akhirnya yang mengerti hanya aku dan kamu diriku.
Sedari dulu memang seperti ini, hanya yang
mengerti dualisme yang dapat membaca tulisan ini.
0 comments:
Post a Comment