Pontianak, 13 Februari 2015
Menjumpai
Bunda
di ujung fajar
Assalamuallaikum...
Apa kabar Bunda? Devdan
harap Bunda selalu sekokoh biasanya, meski kerap kali penat menyinggahi tubuh
Bunda yang mulai renta. Apakah Bunda masih sering menggerutu seperti biasanya?
Yaa... Bunda memang selalu seperti itu, sekejap membelai namun dengan cepat
berubah menjadi sosok yang tak lagi dikenali. Bunda betapa lancangnya Dev ini,
belum-belum sudah mengencangkan amarah Bunda dengan tidak sopan berbicara
seenaknya. Bunda tentu belum mengetahui siapa sosok yang mengirimi bunda aksara
pagi ini. Karena apalah Dev ini Bunda, hanya pecahan jiwa yang terserak dari
seonggok daging yang Bunda pelihara. Tumbuh lalu berkembang dan Bunda dengan
terengah nafas menamainya Indra. Yaa putra Bunda yang hingga kini masih apik
menyimpan lara dihati Bunda.
Namun yang kini menyapa
Bunda sama sekali bukan Indra, melainkan sisi yang tidak pernah Bunda ketahui.
Dev terlahir dari ketidak berdayaan putra Bunda, Indra. Sepanjang hidup, Indra
bagai membawa kontak milik pandora yang membukanya hanya akan menebar bencana.
Indra terus saja diam Bunda, dengan segala kebingungannya akan tingkah Bunda
yang tak dapat dipahami. Karena salah-salah Bunda dengan mudah dapat meronai
pipi sisi kiri Indra. Indra pernah berkata pada Dev. Bahwa bahasa seakan tak
ada dalam rumah itu. Karena satu-satunya yang berhak atas segala hal adalah Bunda.
Mengapa Bunda? Apa bunda mengenal siapa Indra? Selain sebagai putra yang mungkin
tidak pernah Bunda sadari keberadaanya. Tenggelam bersama jingga dan menyudut
bersama malam.
Bunda, Dev pertama
menjumpai Indra dalam keadaan lusuh penuh luka. Menyudut di koridor lembab
berbau amis yang pekat, keempat pergelangannya terkunci oleh karat. Matanya Bunda,
mata yang seharusnya berbinar penuh harap itu kosong redup bahkan tak ada
sayup-sayup. Bibirnya gemetar seakan ingin mengutarakan namun tak sanggup, Dev
mendekat melekati tubuh Indra. Dan Indra melihat tajam kearah Dev lalu dengan
diam Indra memeluk Dev begitu erat. Sesak namun Dev memahami betapa bekunya
hati Indra tanpa cinta. Yang ada hanya kebencian terhadap Bunda yang tak pernah
sanggup meluap. Dev berjanji Bunda, berjanji akan menjadi bibir dan lidah untuk
bersuara akan rasa sakit milik Indra. Setidaknya Indra memiliki Dev untuk
berbagi derita.
Bunda. Apakah Bunda
masih dapat dengan fasih menyebut berapa banyak teman yang Indra bawa pulang
selepas sekolah untuk Indra perkenalkan kepada Bunda secara langsung? Maka Bunda
pasti akan menjawab hampir tidak pernah kan. Karena jika pun ada, teman itu
bagaikan penguntit kecil. Mengikuti Indra pulang dan dengan ramah menyapa Bunda
dirumah atau hanya menunggu saja didepan pintu untuk menjemput Indra beberapa
saat. Karena Indra begitu takut Bunda akan menghujani pertanyaan, seperti yang
Bunda lakukan terhadap Indra tanpa mengetahui alasan dari sebuah tindakan
kepada yang datang. Indra juga berusaha melindungi Bunda dari sikap Bunda yang sering
senaknya atau tempramen Bunda yang kerap naik turun tak menentu. Indra tak
ingin Bunda dicemooh dan diperbincangkan.
Hari itu di tanggal
yang luput dari ingatan. Bunda dengan lembut berbicara dari kejauhan menyapa
dan menanyai kabar Indra. Tak biasanya Bunda sehangat ini, namun Indra
mengabaikan segalanya lalu menimpali pertanyaan Bunda dengan jawaban senada.
Perlahan Bunda meminta kalimat yang sempat tertunda dari bibir Indra. Karena
Bunda mungkin akan marah dan Indra mengutarakannya, tentang kecintaannya pada
ilmu. Ya.. Bunda bagai orang yang paling bijak mengusai hati mengangkat Indra
dengan pepatah yang layak dibekali lalu memutus komunikasi. Tak berapa lama Bunda
kembali kini mungkin dengan wajah merah padam yang terlukis dari suara Bunda di
kejauhan, mencaci maki melempar mimpi seakan tak berarti lalu meludahi. Indra
terdiam karena sadar bersuara pun percuma. Dev ada disana Bunda, ikut membasahi
pipi mendengar Bunda berkata dan menghapusnya dari wajah Indra.
Indra tak lagi
bergeming semenjak itu, sapaan ataupun tawa yang terlontar kepada Bunda hanya
kepalsuan. Didalam hati Indra, Bunda adalah sosok yang meminta Indra hidup
tanpa harapan untuk hidup. Selepas kembalinya Indra kekota ini, Indra berjuang
untuk diakui. Bersuara berulang kali membujuk hati Bunda agar mau mengerti. Dan
kembali disakiti oleh ulasan pedas Bunda yang menghakimi. Tentu Bunda tak akan
sanggup ingat, karena dalam penilaian Bunda ini adalah cara menjadi dewasa
namun membunuh seketika.
25 Maret 2014, diatas
ranjang kamar yang pintunya terbuka Bunda menatap Indra yang tengah memandangi
layar beku seusai Bunda melimpahkan amarah. Lalu dengan apik sekali lagi
menghina akan apa yang tidak Bunda mengerti. Namun saat itu bukan Indra yang
merajai raga, adalah Dev yang tengah melukiskan kesakitan akan apa yang baru Indra
rasa dalam sebait kalimat. Dev telan getir ucapan Bunda itu sendiri, karena
disana ada orang-orang yang dengan lapang menerima Indra sebagai Dev lebih dari
Bunda. Berjumpa dengan teman-teman yang tidak pernah Dev ataupun Indra
ceritakan. Sepetak langkah memudarkan perih yang dirasa seusai dirajam luka.
Atau melenggang keluar karena rumah menjadi begitu bising dengan auman emosi Bunda
yang kerap membabi buta entah dengan tema apa. Lalu kembali seperti senja
diperaduan.
Dari segala perasaan
kosong yang dilingkupi oleh kelabu, maka entah kapan gelap akan tersingkir
hanya tinggal masalah waktu. Indra yang mungkin kini sedang sendu meratapi
perilaku Bunda yang seperti ini dan itu. Namun apakah Bunda tahu? Terselip
cinta akan Bunda yang tak sanggup diraba yang mungkin mata pun akan menjadi
buta. Bunda ada doa untuk bunda disepertiga malamnya. Bunda, Dev meyakini
setiap kali Indra melihat kotak pandora yang selalu Indra bawa masih ada
harapan yang tertinggal. Masih ada harapan mimpi Indra akan menjadi mimpi Bunda
pula. Indra pun masih memperjuangkan mimpi yang Bunda harapkan untuk Indra
meski itu terlalu tinggi. Meski berulang kali Bunda secara sengaja membuatnya
tersungkur namun Indra berusaha bangkit untuk menjejali hati Bunda dengan
perasaan bangga. Karena bagaimanapun disangkal Indra adalah putra Bunda terikat
oleh garis keturunan. Bunda bantu Indra, Bunda bantu Indra memperbaiki retakan
didada Bunda. Bantu Dev melepas rantai yang memasung jiwa Indra. Bunda dikala
raga itu mulai tak sanggup lagi menopang Bunda, Indra masih berusaha menabur
cita dengan cara yang mungkin tak Bunda sangka. Bunda tak lagi banyak kata yang
sanggup Dev curahkan kepada bunda. Dev berharap tak akan ada terjengan Bunda
seusai sapaan Dev yang mendadak. Dev menyayangi Indra Bunda, Dev hanya ingin
bunda mengerti bahwa Indra hanya berharap tuk jadi bebas namun bukan tak
terkendali. Terimakasih Dev dari Indra untuk Bunda dalam secuil asa.
Wasalamuallaikum wr.wb
Yang Selalu Menyayangi
Devdan Dewa
0 comments:
Post a Comment