Hari Ke 28: Ramalan

by 19:06 0 comments
Ini adalah puncaknya setelah sempat terhenti di hari 22, ini adalah itu. Sepuluh tahun lalu aku taut kan hari ini sebagai hari dimana aku mulai mencintaimu, hari pertama kali kita kembali berkomunikasi dan kembali memulai semuanya dari kata teman. Aku selayaknya dengan sengaja menghentikan tulisan ku dihari ke 22 masih ada kecemasan disana, ragu, serta khawatir butuh berapa lama aku harus membiarkannya hingga tak lagi berasa sampai hati ku juga menjadi tawar. Lalu cinta membawa candu yang berbeda untukku rengkuh.
Apa kamu tahu seperti apa rindu yang tercipta dari waktu yang begitu lama? Menggumpal lalu membentuk semacam kristalisasi, aku harap ia indah tapi nampaknya ia tak dipoles dengan polesan yang cukup untuk melengkapinya. Karena disisi lain ia selalu dihantam angin kesendirian.
Biarkan aku mengeluarkan semuanya hari ini, biarkan aku bebas, biarkan aku terlepas dari ragu. Apakah besok aku tidak boleh lagi menulisi kamu sebuah cerita? Apa besok aku tidak boleh merangkaimu dengan kata? Apa besok aku harus benar-benar menutup semuanya? Aku masih berharap besok itu tidak ada...
28 oktober di satu dasawarsa yang lalu aku putuskan hidup dengan mencintaimu tanpa wanita lain, lalu di 28 oktober kini telah ku ikhlaskan hati untuk melupakan semua cinta yang tergulir selama ini. Semua tentang mimpi, semua tentang khayalan yang harapannya akan menjadi nyata, hidup bersama anak-anak kita, melihatmu ketika ku membuka mata dipagi hari, mengatarmu bekerja, bersama belajar bagaimana menjadi imam dan makmum yang baik, bersama hingga salah satu dari kita terpisah oleh kematian, hingga Allah memisahkan jiwa kita untuk kembali dipersatukan nanti. Yaaa sedari awal perasaanku memang telah terpasung dengan angan itu, menjadikanmu ibu dari anak-anakku bukan hanya sebauh perasaan yang bermuara pada nafsu.
Bagai sebuah ramalan, rasa sakit yang sengaja ku hinggapi untuk terus mencintaimu itu kini hadir dalam bentuk nyata. Semua, aku tahu bahwa kamu tak mungkin jadi makmumku, aku telah mempersiapkan bahwa kamu tak ada dipelaminan untuk bersanding denganku, dan aku akan datang hanya sebagai serpihan masa kecilmu, aku tahu bahwa aku akan terluka, aku sadar bahwa sedari awal aku memang tak pernah singgah dihatimu hanya terekam di serambi kiri otakmu.
Namun ketika waktu itu semakin dekat dengan ku, ada enggan, ada benci, bahkan perasaan sakit yang tak kentara. Aku menolak kenyataan, aku mengingkari ramalam yang entah dengan tidak sengaja aku ciptakan sepuluh tahun lalu. Efek dari racun itu kini mulai menunjukkan reaksinya, aku bagai diburu waktu, merasa waktu yang selama ini ku habiskan hanya untuk mencintai mu itu kurang, merasa bahwa sepuluh tahun ini aku hanya terdiam menunggu cinta itu juga menghinggapimu. Ri, ikhlas itu bukan kah tidak menghakimi siapapun? Lalu bagaimana jika aku menghakimi diriku atas ketidak mampuanku, atas rasa iri bercampur dengan ceburu hebat kepada calon imammu.
Benar, wajar saja aku iri padanya. Lelaki yang mungkin kamu kenal tak lebih lama dari kamu mengenal aku namun dapat membuatmu terperdaya olehnya. Menjatuh kan beribu kalimat cinta yang membuat ku terbakar membacanya, apa kamu lupa? Aku ada disana, menyaksikan kemesraamu, tercabik hatinya hancur perasaanya namun masih menyimpan cinta yang besar dibaliknya.
Ternyata ketulusan saja tidak cukup untuk merasa dicintai, faktanya kesetiaan bukan jalan untuk mengharap sebuah balasan. Yaa cintaku memang mengharapkan sebuah balasan, kamu mungkin lebih rumit persamaan kuadrat, lebih kacau dari statistika. Kamu adalah gadis masa kecilku...

Selamat tinggal perasaan yang selama ini ku jaga, selamat tinggal cinta yang ku harap selamanya, selamat tinggal segala mimpi yang tenggelam bersama kenyataan, selamat tinggal. Aku adalah lelaki yang akan berada disana dihari itu, yaa aku adalah lelaki itu.

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments:

Post a Comment